hidup ga bisa ditebak, jadi tetaplah berlari!
(^_^)

Sunday, September 9, 2012

Element of SUrprise

...karena kehormatan tercatat dalam tiap seretan langkah dan goretan tangan...


Hidup itu unik. Tidak ada yang pernah tahu apa yang akan terjadi sedetik setelah kita buang hajat pagi ini, atau satu jam setelah tawa panjang bersama sobat teman minum kopi di warung kopi Pak Somat dekat terminal Kampung Melayu. Semua terasa rancu, tak pasti, tapi cukup personal. Iya, cukup personal hingga setiap orang punya kisahnya masing-masing yang tidak pernah sedikitpun sama dengan orang lain. Tidak seorang anak dengan ayahnya, tidak seorang sobat dengan belahan jiwanya, tidak juga seekor cicak dengan nyamuk tadi malam. Hidup itu campuran antara napas dan elemen mineral SU. Element of SUrprise.

Sama-sama bergerak perlahan, napas dan SU tak pernah terasa mengganjal. Sementara tangan sibuk mencatat arti, napas budi. Mana ada orang yang bangun tiap pagi pusing mikirin apa suplai napas hari ini cukup untuk lari pagi atau hanya untuk duduk makan. Semua orang sibuk mencatat, tapi tak pernah tercatat berapa banyak napas yang dibutuhkan dalam satu hari pertambahan hidup.

Sama seperti elemen SU. Siapa yang tahu berapa kali sehari dia datang memberi warna di tengah sibuknya kerja. Lalu, apa perlu kita sadar kalau elemen SU itu juga eksis dalam hidup? Harus. Pasti. Selalu. Tanpa elemen SU, hidup itu kaya sayur tanpa garam. Tiap tarikan napas berarti coretan hidup, tapi warna hanya diberi oleh  elemen ini. Element of Surprise. Makanya, penting banget untuk tahu bahwa SU selalu ada, sekedar untuk mengingatkan bahwa hidup itu harus berarti.

Seperti hari ini, ketika bangun pagi, sehabis buang hajat. Hidup membawa saya mengingat rangkaian element SU yang datang dari sebuah napas.

Saya bukan orang yang mudah bergaul dengan orang yang baru saya kenal. Masuk dalam sebuah komunitas yang sudah jelas-jelas orang-orang di dalamnya cukup dekat satu sama lain itu pasti membuat saya canggung. Macam kutil. Entah dari mana datang dan berusaha masuk mencari posisi tepat dalam barisan-barisan kulit putih mulus. Mana enak. Itu perasaan saya waktu pertama kali ada di lingkungan kantor slash sekolah yang sudah lima tahun belakangan ini jadi teman hidup saya. Saya masih ingat suatu hari di tahun ajaran baru setelah saya mengajar kira-kira 6 bulan. Saya mulai 'redup', mulai tidak yakin kalau saya ini cukup cakap jadi seorang guru. Lalu seorang wanita, yang saya kenal sebagai salah satu orangtua murid yang saya ajar, datang dan memberi sepotong besar brownies coklat bertabur gula putih manis sambil berkata, "Miss, ini biar Miss Yusni tetep ceria, tetep senyum seperti hari-hari kemarin. Jangan cemberut lagi ya..."

Hahahaha, mana saya tahu kalau saya cemberut hari itu. Yang saya tahu saya cukup stres dan mulai berpikir untuk mencari bidang pekerjaan lain. Tapi elemen SU menyentuh hidup saya dan membuat saya berpikir, bodoh juga kalau baru 6 bulan mengajar dan tidak dapat komplen apa-apa kok malah nyerah cuma karena ngga pede. Jadi, saya spontan tertawa dan peluk wanita ini erat-erat.

Itu bukan sekali, tapi sering kali terjadi. Dari teguran di depan front office tiap pagi saat saya terlambat lapor ke mesin absen (hehe), sampai ke mailbox saya yang tiba-tiba numbuh kue, atau cookies, atau tape keju, atau roti isi tuna, atau sekedar coklat batangan. Saya pikir elemen SU ini datang cukup sering, terlalu sering, sampai saya sering tidak sempat muram di saat-saat otak mulai ruwet. Sejak saat itu, saya belajar untuk ngga jadi cewek cemen. Kata beliau, dilarang ngga pede!

Pernah juga terjadi dua tahun lalu, saya ditahan tangan lembutnya ketika turun tangga. Lalu tiba-tiba dibawa masuk ke ruangan saya sendiri dan tangan yang sama mengunci ruangan saya. Tiba-tiba. Saya pikir saya mau dimarahin karena muka saya jelek, ternyata beliau malah minta maaf habis-habisan. Lah, saya bingung. Perasaan yang mukanya jelek itu saya, kok beliau yang minta maaf? Hahahaha. Lalu dia bilang, "Kemarin pas kita ketemu di depan tangga gereja, Miss Yusni ngga senyum sama saya. Padahal biasanya Miss senyum terus, ceria terus, bikin saya ketawa geli terus kalau Miss lagi nari-nari kaya Sinchan tuh... (nah, loh... malu deh eijk!!) Kalau saya bikin salah yang buat Miss jadi kesel sama saya, maaf ya Miss."

Huaaa!!! Kali ini sang SU bikin saya menagis haru di pelukan tangan lembutnya. Engga kok, begitu kata saya. Kalo muka saya lagi jelek belakangan ini, emang bawaan, Ci... hehehe. Saya ngga kesel sama Cici, yang ada saya lagi kesel sama diri sendiri karena bikin keputusan bodoh yang saya nyesel sejadi-jadinya. Lalu dia tersenyum dan meminta saya bercerita, sekedar meredam gundah saya yang belum selesai kala itu. Sejak itu, saya belajar satu hal. Muka saya ini penting untuk kelangsungan hidup orang banyak. Hahaha. Kata beliau, dilarang mutung!

Hari ini, saya kembali disentuh elemen yang sama. Dari napas yang sama. Wanita, yang sudah 5 tahun saya anggap ibu di tempat dimana saya lebih sering duduk dibanding di rumah saya sendiri, kembali menyentuh hari saya. Kali ini dengan tangis. Bukan lagi dengan tawa atau haru. Napas yang mengajar saya untuk kuat, napas yang mengajar saya mengerti bahwa senyum saya berarti. Napas yang sama telah terhenti saat wajah cantiknya memandang Bapa di segala bapa.

Saya terbangun pagi ini, dan elemen SU memberitahu saya bahwa manusia berarti bukan karena materi. Sebuah napas yang ada dalam dunia saya walau hanya lima tahun memberitahu saya, bahwa berapa banyak arti yang bisa seorang pribadi goretkan dalam hati pribadi lain itu lebih berarti.
Saya terbangun dengan tangis. Tapi saya tahu, napas yang sudah terbuang tidak pernah sia-sia. Apalagi yang keluar dari hidung wanita satu ini. Selamat jalan, Ci Agiok. Terimakasih. :)

Untuk seorang pribadi yang selalu memberi kejutan dalam titik hidup saya.
Au revoir, mon amie... karena nanti, suatu saat nanti, kita akan bertemu lagi di pelukan Sang Magi.

No comments:

Post a Comment