“Orang Batak tidak ada yang benar, yang ada yang bénar.” ─Athur Sinaga
Berapa orang yang tahu kalau saya suka segala hal yang berbau tradisi? (Saya! Saya!)
Berapa orang yang tahu kalau saya sekarang ini sedang senang sekali bareng bersama keluarga? (I can see that even my dear Old-Wise-Man is raising his hand high enough!)
Tapi, berapa orang yang tahu kalau saya saat ini pusing terhadap keluarga plus tradisi?
Bukan berarti saya kesal, ya, cuma pusing...
Batak itu ramai!!!
Bapatua datang bareng mamatua. Jadi, saya punya dua bapak plus dua mama di rumah!
Mengobrolnya heboh, terus menangis teringat sepupu yang meninggal, lalu membicarakan opung juga...
Lalu, menuju (again!) ke pembicaraan tentang... jodoh!!!
Satu bapak plus satu mama saja sudah berat menanggung topiknya, bagaimana ini tambah masing-masing satu? (May Day! May Day!)
Saya suka sekali lihat film-film tradisi Yahudi karena menurut saya, tradisinya dekat dengan Batak. Menonton film-film itu membuat saya akhirnya dapat memaklumi kebatakan orang Batak. Obrolan, tujuan hidup, cara memandang sesuatu, perjalanannya, dan lain-lainnya... Melihat Topol (pemeran Tevye di Fiddler On A Roof) membuat saya ingat bapak, benar-benar mirip bapak. Melihat responsnya terhadap masalah, kebijakan-kebijakannya, semua pasti berhubungan dengan Tuhan dan adat. Tradisi kami adalah adat dan ketuhanan. Begitu.
Dulu saya menyesal tumbuh di lingkungan seperti ini, menjadikan saya tidak bisa bergerak bebas. Ke kanan salah, ke kiri lebih salah! Ke depan dibilang songong, ke belakang malah dituduh tidak mau maju... Maunya apa ya??? Menjauh dari lingkungan ini membuat saya bisa melihat seluruh situasi aneh ini dengan objektif, bahkan lebih dari itu─merindukannya! Satu hal yang paling saya suka adalah kekuatan komitmen mereka. Luar biasa! Kadang terlihat bodoh, tapi kalau meninjau lebih jauh (seperti saat mencoba mengerti alasan Tevye mengambil keputusan dan bersikap sebagaimana adanya di Fiddler On ARoof), sebenarnya mereka hanya mencoba untuk setia. Setia pada adatnya, tradisinya, Tuhannya, atau mari saya perjelas: pada komitmennya.
Tradisi keluarga saya berkata, sekolahlah yang benar agar makin mahal kau dibayar di tempat kerjamu; merantaulah segera lalu kembalilah ke pangkuan ibu; bekerjalah di tempat yang membuat uang pensiunmu jelas; menikahlah sebelum usiamu 27 tahun atau kau adalah perawan tua!
Otak saya bilang, “Sekolahlah biar bisa tahu sebandel apa orang-orang berilmu itu sebenarnya (lebih bejat dan jahat daripada pecundang zaman SMA); terbanglah setinggi mungkin seperti rajawali, carilah tempat peristirahatanmu di dataran paling tinggi, jangan pernah kembali ke bawah; bekerjalah untuk bersenang-senang, nikmati keringatmu, atur waktumu, alami hidupmu, jadi bos untuk dirimu sendiri; menikahlah kalau kamu pikir itu tepat.”
Lalu, siapa saya di hadapan keluarga saya? Saya adalah anak ketiga keluarga Tevye, anak bontot mereka yang memilih pergi dan terbang, anak gadis yang memilih keluar dari lingkaran tradisi, anak kecil untuk dunia yang besar. Berapa orang yang tahu kalau saya sekarang ini sedang senang sekali bareng bersama keluarga? (I can see that even my dear Old-Wise-Man is raising his hand high enough!)
Tapi, berapa orang yang tahu kalau saya saat ini pusing terhadap keluarga plus tradisi?
Bukan berarti saya kesal, ya, cuma pusing...
Batak itu ramai!!!
Bapatua datang bareng mamatua. Jadi, saya punya dua bapak plus dua mama di rumah!
Mengobrolnya heboh, terus menangis teringat sepupu yang meninggal, lalu membicarakan opung juga...
Lalu, menuju (again!) ke pembicaraan tentang... jodoh!!!
Satu bapak plus satu mama saja sudah berat menanggung topiknya, bagaimana ini tambah masing-masing satu? (May Day! May Day!)
Saya suka sekali lihat film-film tradisi Yahudi karena menurut saya, tradisinya dekat dengan Batak. Menonton film-film itu membuat saya akhirnya dapat memaklumi kebatakan orang Batak. Obrolan, tujuan hidup, cara memandang sesuatu, perjalanannya, dan lain-lainnya... Melihat Topol (pemeran Tevye di Fiddler On A Roof) membuat saya ingat bapak, benar-benar mirip bapak. Melihat responsnya terhadap masalah, kebijakan-kebijakannya, semua pasti berhubungan dengan Tuhan dan adat. Tradisi kami adalah adat dan ketuhanan. Begitu.
Dulu saya menyesal tumbuh di lingkungan seperti ini, menjadikan saya tidak bisa bergerak bebas. Ke kanan salah, ke kiri lebih salah! Ke depan dibilang songong, ke belakang malah dituduh tidak mau maju... Maunya apa ya??? Menjauh dari lingkungan ini membuat saya bisa melihat seluruh situasi aneh ini dengan objektif, bahkan lebih dari itu─merindukannya! Satu hal yang paling saya suka adalah kekuatan komitmen mereka. Luar biasa! Kadang terlihat bodoh, tapi kalau meninjau lebih jauh (seperti saat mencoba mengerti alasan Tevye mengambil keputusan dan bersikap sebagaimana adanya di Fiddler On ARoof), sebenarnya mereka hanya mencoba untuk setia. Setia pada adatnya, tradisinya, Tuhannya, atau mari saya perjelas: pada komitmennya.
Tradisi keluarga saya berkata, sekolahlah yang benar agar makin mahal kau dibayar di tempat kerjamu; merantaulah segera lalu kembalilah ke pangkuan ibu; bekerjalah di tempat yang membuat uang pensiunmu jelas; menikahlah sebelum usiamu 27 tahun atau kau adalah perawan tua!
Otak saya bilang, “Sekolahlah biar bisa tahu sebandel apa orang-orang berilmu itu sebenarnya (lebih bejat dan jahat daripada pecundang zaman SMA); terbanglah setinggi mungkin seperti rajawali, carilah tempat peristirahatanmu di dataran paling tinggi, jangan pernah kembali ke bawah; bekerjalah untuk bersenang-senang, nikmati keringatmu, atur waktumu, alami hidupmu, jadi bos untuk dirimu sendiri; menikahlah kalau kamu pikir itu tepat.”
Namun, saya bersyukur bahwa bagaimanapun, sang Tevye di keluarga saya memilih untuk membiarkan saya pergi, meskipun sebenarnya bukan untuk melepas saya, melainkan untuk tetap mempunyai pengharapan bahwa anaknya akan kembali ketika dia sadar ada kepercayaan yang ditaruh di pundaknya.
Batak, oh Batak...
Inilah lingkaran saya, ke manapun saya terbang, tali ini tidak pernah lepas dari saya seperti tali doa Yahudi yang selalu melingkar di pinggang para rabi. Well, saya memang cewek Batak, dan saya bangga!
-Kamis, April 21, 2011-
No comments:
Post a Comment