We are not enemy but yes we demand a lot.
We, conductors, demand from somebody we like!
Nama saya Yusni. Saya pusing!
Serius saya pusing. Hari ini saya ikut International Choral Music Symposium dan saya pusing, padahal baru hari pertama. *glek*
Bukan, bukan. Bukan toge-toge bernada itu yang bikin saya pusing, tapi kenyataan bahwa saya harus percaya diri. I have to admit that I'm not that confident, believe me! Biarpun terlalu banyak orang yang kenal saya bilang saya ini pede, percayalah saya ga punya percaya diri tinggi. Saya penakut, terlalu penakut. Takut diliatin banyak orang, takut ditiru, takut salah.
Iya, saya takut salah. Saya takut malu atau mempermalukan diri sendiri, jadi saya paling suka cari aman. Kalo ada show, saya pilih jadi orang belakang panggung. Kalo ikut choir, saya mau jadi alto asal cuma jadi back-up. Kalo main band, saya mau keyboard ditaro paling pojok jadi mudah sembunyi. Kalo diminta bicara, saya cuma mau kalo saya yakin banget sama bahannya. Intinya, saking takutnya, sering kali saya memilih diam dan tidak berbuat apa-apa; kalaupun harus, saya pilih tempat paling tersembunyi.
Sudah genap masuk tahun ke 5 saya jadi pengejar mimpi. Tahun pertama, semua yang saya mau cuma ada dalam otak. Diusahain untuk dicapai tapi ga mau minta bantuan orang, takut diejek ato malah malu karena gagal. Tahun kedua, saya cerita ke orang-orang terdekat; kadang memang diejek bahkan malu karena gagal, dan saya down. Rasa aman saya turun drastis.
Tahun ketiga, saya mulai membandingkan antara rasanya 'gagal-karena-mencoba' dengan 'tak-pernah-mencoba'. Ini tahun dimana saya tiba-tiba setuju sama Benyamin Franklin kalau knowing is better than wondering and waking is better than sleeping. Maka saya mencoba. Seperti anak belajar berjalan, mencoba ga pernah gampang. Kadang saya duduk terjatuh, kadang malah jatuh tengkurap dengan muka cium tanah. Rasanya? Malu, banget!
Tahun ke empat, saya belajar terbuka. Saya mulai terang-terangan menulis. Saya mulai bercerita tentang mimpi-mimpi tak seberapa yang saya punya. Saya mulai memberitahu banyak orang; bukan biar tenar, justru biar saya kejar mimpinya. Soalnya kalo ga diceritain, saya ga kejar tuh mimpi, hahaha... Kalo dah diomongin kan terpaksa dikejar, daripada malu. *nyengir*
Ini tahun kelima, tahun dimana saya mau ga mau harus makan semua kata-kata saya. Saya mau jadi orang yang total. Jadi saya mencoba untuk total, entah sampai batas apa nantinya saya juga belum tahu. Musik bukan lagi sebatas hobi masa kecil buat saya, sudah genap 3 tahun itu jadi pengejaran, mimpi, bahkan hidup. Mengenalnya tak lagi sebatas menikmatinya, tapi mencoba mengerti (yang ternyata saya tidak semengerti itu), mempelajari (ternyata saya sebodoh itu), dan mengekspresi (ternyata lagi, ekspresi saya masih kacangan).
Saya yang ga pedean ini mau belajar, tapi sering kali tersandung rasa malu diri sendiri. Hari ini, tepat tadi siang sebelum makan, saya berdiri di depan banyak orang yang ga saya kenal (bahkan di depan pakar-pakar Internasional itu) dan 'terpaksa' menjadi conductor sebuah choir tingkat Internasional. Alamak! Mau tenggelam ditelan bumi, boleh kah? *sigh*
Saya takut, serius saya takut. Saya terlalu takut salah, terlalu takut malu, terlalu takut terlihat buruk. Tapi saya memang belum benar, belum percaya diri dan belum bagus. Saya memang butuh belajar. Jadi, biar saja rasa takut itu muncul, saya sudah kepalang tanggung berdiri di depan orang-orang ini, tercebur ke dalam Masterclass. Catat, masterclass. Not beginner class, or intermediate class. Masterclass.
Saya, kriwil berotak kacang, baru saja dipaksa menarik kemampuan selebar-lebarnya dan mempertaruhkan rasa malu di depan meja para ahli. Dan saya takut; but it doesn't mean I didn't try, cos even the worse mistake beats the hell of not trying at all.
Ruangan besar ini membuat saya gila, karena percayalah, menulis jauh lebih mudah dari mengalaminya.
FixYou-ColdPlay
No comments:
Post a Comment