Mobil itu berjalan sangat cepat, terlalu cepat bahkan.
Gas menekan dirinya terlalu kuat. Dia tak peduli pada teriakan2 orang di pinggir jalan yang memintanya memperlambat laju. Dia tahu kemana dia pergi dan apa yang dia tuju, itu cukup. Maka dia pun melaju, cepat. Sangat cepat. Berhenti bukan kata yang dikenalnya. Begitulah ia, si pedal gas. Kuat, tapi bukan tanpa arah. Dia pengejar mimpi dan mimpi patut dikejar tanpa henti jika memang kau sudah tahu apa yang kau mau. Maka dia berlari.
Bukan karena ragu akan kepastian Gas, hanya saja Rem merasa terburu-buru bukanlah jalan yang layak dinikmati. Toh hidup adalah mimpi, maka nikmatilah selagi bisa. Walau sedikit tidak setuju, Gas mau memelankan lajunya, kali ini Rem memegang kendali. Tak terdengar lagi makian orang2 dari luar mobil, yang ada malah decak kagum mereka atas indahnya mobil tua yang unik itu. Dan di simpang jalan itu, mobil pun berhenti. Lalu mereka diam.
"Lalu apa?" tanya Gas pada Rem.
"Tak ada.. Mari saja kita nikmati.." begitu jawab Rem.
"Tidak bisa. Hidup adalah pengejaran, jangan terlalu lama berdiam. Kau membuang waktuku!" balas Gas mulai tak sabar.
"Bukan begitu.. Hanya saja segala sesuatu harus dipertimbangkan matang. Kalau sekarang dia harus berjalan, apa kamu yakin dia tidak akan terluka?"
"Terluka? Pertanyaan bodoh! Sudah takdirnya sebuah mobil untuk melaju, bukan berhenti layaknya seonggok mainan seperti ini..."
Maka Rem pun terdiam, dia terbiasa diam dan menyimpan semua dalam angannya.
"Mengapa dirimu terlalu takut untuk berjalan?" kembali Gas angkat bicara.
"Bukan, bukan... Kamu yang terlalu nekat untuk berjalan.." balas Rem sedikit hati-hati. Dia ragu, dan memang takut.
Gas merasa tak puas atas jawab Rem dan memilih untuk melaju menuju apa yang ia tuju. Sekuat tenaga Rem menyatakan pendapatnya, sayangnya Gas sangat yakin akan mimpinya. Maka seperti yang biasanya terjadi, Rem memilih untuk diam.
Dan terjadilah kecelakaan itu. Crash! Mobil tua yang antik itu pun hancur.
Terhenyak, Gas pun terdiam. Kali ini Rem tak berkata banyak, dia hanya bergumam, "bukankah layak untuk diam sesaat?" Gas pun diam. Sesaat kemudian dia berkata, "Tidak. Diam bukanlah pilihan. Memang benar saya terlalu nekat, tapi kamu pun terlalu takut." Rem ingin buka mulut, tapi kali ini dia tergugu.
"Mari berjalan. Bersama saja, agar kita selamat. Biar saya yang membawamu melaju, dan kamu yang melatihku merenung. Biar saya yang nekat, dan imbangilah saya dengan ragumu. Jangan biarkan saya menekan diri terlalu keras sendirian, dan saya tak akan biarkan kamu melakukan yang sama. Mari menari di sela-sela jari kaki bau ini, mari tunjukkan seni sebuah perjalanan." Gas melanjutkan
Maka Rem pun setuju. Mungkin memang benar, kaki kanan dan kaki kiri harus selalu senada. Mereka harus menari bersama, tidak sendiri-sendiri. It takes two to tango.
-dihantui sang penuntut-
No comments:
Post a Comment